Penghasilan Anggota DPR Bisa Tembus Rp 230 Juta per Bulan, Publik Pertanyakan Keadilan
2 mins read

Penghasilan Anggota DPR Bisa Tembus Rp 230 Juta per Bulan, Publik Pertanyakan Keadilan

Jakarta — Data yang dihimpun Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memicu perdebatan setelah menunjukkan bahwa total pendapatan seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa mencapai Rp 230 juta per bulan. Angka ini mencakup gaji pokok, berbagai tunjangan, dan fasilitas lain yang melekat pada posisi legislatif (24/8).

Menurut FITRA, gaji pokok anggota DPR relatif kecil — sekitar Rp 4,2 juta per bulan — namun akumulasi tunjangan membuat paket pendapatan membengkak. Komponen yang disebut antara lain tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi, tunjangan listrik dan telepon, uang sidang, serta fasilitas seperti bantuan asisten dan kendaraan dinas. Sejak kebijakan penghentian rumah dinas, anggota DPR juga menerima tunjangan perumahan yang disebut mencapai Rp 50 juta per bulan, sehingga mendorong total potensi pendapatan semakin tinggi.

“Jika semua komponen dihitung, bukan hal yang mustahil jumlahnya menembus ratusan juta per bulan,” ujar Bernard Allvitro, peneliti FITRA, sebagaimana dikutip dalam laporan Kompas pada akhir Agustus 2025. FITRA mengkritik kebijakan tunjangan yang dianggap menambah beban anggaran negara dan memperlebar kesenjangan dengan pendapatan rakyat.

Perbandingan sederhana memperjelas jurang itu: paket penghasilan anggota DPR disebut setara sekitar 42 kali Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2025, dan jauh lebih tinggi jika dibandingkan UMK di beberapa kabupaten. Angka-angka ini lantas memicu pro dan kontra di ranah publik.

Dari sisi DPR, beberapa pejabat menegaskan bahwa mekanisme perhitungan tunjangan mengikuti ketentuan kementerian keuangan dan peraturan yang berlaku. Wakil Ketua DPR menyatakan bahwa indeks dan formula tunjangan diatur oleh regulasi sehingga bersifat teknis dan berbasis perhitungan anggaran.

Meskipun demikian, kritik tetap mengalir dari masyarakat sipil dan pengamat kebijakan fiskal. Banyak yang menilai perlu ada evaluasi transparan mengenai komponen tunjangan, terutama tunjangan perumahan, agar alokasi anggaran lebih proporsional terhadap kondisi ekonomi masyarakat luas.

Pengamat ekonomi menyarankan agar setiap perubahan kebijakan gaji dan tunjangan pejabat publik dilengkapi data pembanding dan justifikasi kinerja. “Publik berhak tahu dasar perhitungan dan indikator kinerja yang membuat tunjangan tersebut wajar,” kata seorang ekonom yang menolak disebutkan namanya.

Dengan sorotan yang meningkat, wacana revisi aturan terkait remunerasi pejabat negara kemungkinan akan terus mengemuka — baik di ruang parlemen maupun di media massa. Publik menunggu penjelasan rinci dari pihak terkait agar perdebatan tidak sekadar angka, tetapi juga menyentuh aspek akuntabilitas dan kinerja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *